MAKALAH
PASANG SURUT AIR LAUT
OLEH :
NAMA : STEVAN
GINTING
NIM : 08111005011
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2012
KATA PENGANTAR
Indonesia
merupakan Negara kepulauan dengan sebagaian besar wilayahnya merupakan
perairan. Potensi perairan di Indonesia merupakan posisi strategis untuk
pelayaran internasional maupun nasional, bahkan skala terkecil pelayaran antar
pulau di Indonesia. Untuk mendukung
kegiatan pelayaran khususnya dan aktifitas yang dilakukan di perairan
(transportasi air) pada umumnya, mutlak diperlukan sarana dan prasarana yang
menunjang, salah satunya sarana pelabuhan.
Dalam
merencanakan pelabuhan atau bangunan air lainnya diperlukan data-data yang
berhubungan dengan keairan, antara lain: data pasang surut, data gelombang,
data angin, dan data lainnya.
Makalah
ini berisi tentang karakteristik pasang surut air laut, diawali dengan
pengertian pasang-surut, proses terjadinya air pasang surut, elevasi/ketinggian air laut,
tipe dasar pasang surut , teori
setimbang newton, teori setimbang laplace, alat ukur pasang surut,
komponen-komponen pasang surut, tipe pasang surut di indonesia, sinergi tiga gelombang pasang dan perhitungan
pasang surut.
Dalam hal penyusunan, cara penyajian, bahan/referensi, maupun dalam
redaksional masih ditemukan kekurang. Hal tersebut semata-mata merupakan keterbatasan
penulis dalam pemahaman dan pengetahuan yang minim. Maka, sekiranya jika
kedepan ada kritik dan saran yang membangun, penulis terima dengan senang hati
untuk perubahan menjadi lebih baik lagi.
Harapan penulis, semoga makalah ini bermanfaat baik untuk penulis maupun khayalak
umum yang membacanya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. iv
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................... v
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1
Tinjauan Umum .................................................................................................. 1
1.2
Tujuan Penyusunan Laporan .............................................................................. 2
1.3
Identifikasi Masalah Pasang Surut ...................................................................... 2
1.4
Pembatasan Masalah ........................................................................................... 3
1.5
Sistematika Penulisan .......................................................................................... 3
BAB 2 PASANG SURUT AIR LAUT ................................................................................. 4
2.1 Pengertian
Pasang Surut ..................................................................................... 4
2.2
Proses Terjadinya Pasang Surut .......................................................................... 5
2.3 Elevasi/Ketinggian Air Laut .............................................................................. 5
2.4 Tipe Dasar Pasang Surut .................................................................................... 10
2.5 Pasang
Surut Purnama dan Perbani .................................................................... 11
2.6 Teori
Setimbang Newton ..................................................................................... 11
2.7
Alat Ukur Pasang Surut ...................................................................................... 13
2.8 Komponen-komponen Pasang Surut ................................................................... 19
2.9 Tipe Pasang Surut Di Indonesia .......................................................................... 20
2.10 Sinergi Tiga Gelombang Pasang ......................................................................... 21
2.11 Perhitungan Pasang Surut ................................................................................... 22
BAB 3 KESIMPULAN
........................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR
TABEL
Tabel 2.1 Konstituen Pasang Surut ...................................................................... 19
DAFTAR
GAMBAR
Gambar 1.1 Kondisi air laur saat pasang (kiri) dan
kondisi air laut
saat surut (kanan) ....................................................................... 1
Gambar 1.2 Ketinggian pasang surut .................................................................. 2
Gambar 1.3 Kondisi dermaga saat surut
.............................................................. 2
Gambar 2.1 Gaya grafitasi dan efek sentrifugal .................................................... 4
Gambar 2.2 Kondisi Pasang Purnama ................................................................. 5
Gambar
2.3 Elevasi air laut ............................................................................... 6
Gambar 2.4 Pasang purnama (saat
bulan purnama) .............................................. 7
Gambar 2.5 Pasang perbani .............................................................................. 8
Gambar 2.6 kondiri
pasang surut berdasarkan fungsi waktu ................................... 13
Gambar 2.7 Gaya Tarik benda angkasa
dengan massa berbeda .............................. 14
Gambar 2.8 Pengamatan
pasang surut ................................................................ 15
Gambar 2.9 Pengukuran
Pasang Surut ................................................................. 15
Gambar 2.10 Jenis Tekanan
(presure tipe gauge) ................................................. 16
Gambar 2.11 Jenis palem
(tide pole) di dermaga .................................................. 16
Gambar 2.12 Jenis Pelampung
(float type tide gauge) ........................................... 17
Gambar 2.13 Skema Jenis
Pelampung (float type tide geuge).................................. 18
Gambar 2.14 Cara Kerja
Jenis Pelampung (float type gauge)................................... 19
Gambar 2.15 Pola gerak
muka air pasut di Indonesia............................................. 20
Gambar 2.16 Gelombang Pasang........................................................................ 22
Gambar 2.17 Data Pasang surut ........................................................................ 23
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1 Formzhal Data ................................................................................. 8
Grafik 2.2 Data Pasang Surut Tipe
Semi-Diurinal Tide ............................................. 10
Grafik 2.3 Data Pasang Surut Tipe
Durial ............................................................. 10
Grafik 2.4 Mixed Tide ....................................................................................... 11
Grafik
2.5 Perbedaan sinusoida pasang surut Matahari
dengan pasang surut Bulan ................................................................ 15
BAB 2
PASANG SURUT AIR
LAUT
2.1 Pengertian
Pasang Surut
Pasang surut air laut adalah suatu gejala fisik yang selalu berulang dengan
periode tertentu dan pengaruhnya dapat dirasakan sampai jauh masuk kearah hulu
dari muara sungai. Pasang surut terjadi karena adanya gerakan dari benda benda
angkasa yaitu rotasi bumi pada sumbunya, peredaran bulan mengelilingi bumi dan
peredaran bulan mengelilingi matahari. Gerakan tersebut berlangsung dengan
teratur mengikuti suatu garis edar dan periode yang tertentu. Pengaruh dari
benda angkasa yang lainnya sangat kecil dan tidak perlu diperhitungkan.
Gerakan dari benda angkasa tersebut di atas akan
mengakibatkan terjadinya beberapa macam gaya pada setiap titik di bumi ini,yang
disebut gaya pembangkit pasang surut.
Masing masing gaya akan memberikan pengaruh pada pasang surut dan disebut
komponen pasang surut, dan gaya tersebut berasal dari pengaruh matahari, bulan
atau kombinasi keduanya (www.digilib.itb.ac.id ).
Gambar 2.1 Gaya grafitasi dan efek sentrifugal
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi
dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal
adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung
dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan
lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar
daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak
bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik
air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge)
pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut
ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital
bulan dan matahari (www.oseanografi.blogspot.com).
2.2 Proses Terjadinya Pasang Surut
Untuk menjelaskan terjadinya pasang surut maka mula-mula
dianggap bahwa bumi benar-benar bulat serta seluruh permukaannya ditutupi oleh
lapisan air laut yang sama tebalnya sehingga didalam hal ini dapat diterapkan
teori keseimbangan. Pada setiap titik dimuka bumi akan terjadi pasang surut
yang merupakan kombinasi dari beberapa komponen yang mempunyai amplitudo dan kecepatan sudut yang
tertentu sesuai dengan gaya pembangkitnya. Pada keadaan sebenarnya bumi tidak
semuanya ditutupi oleh air laut melainkan sebagian merupakan daratan dan juga
kedalaman laut berbeda-beda. Sebagai konsekwensi dari teori keseimbangan maka
pasang surut akan terdiri dari beberapa komponen yang mempunyai kecepatan
amplitudo dan kecepatan sudut tertentu, sama besarnya seperti yang diuraikan
pada teori keseimbangan (www.digilib.itb.ac.id).
Gambar 2.2
Kondisi Pasang Purnama
2.3 Elevasi/Ketinggian
Air Laut
Kisaran pasang-surut (tidal
range), yakni perbedaan tinggi muka air pada saat pasang maksimum dengan
tinggi air pada saat surut minimum, rata-rata berkisar antara 1 m hingga 3 m.
Tetapi di Teluk Fundy (kanada) ditemukan kisaran yang terbesar di dunia, bisa
mencapai sekitar 20 m. Sebaliknya di Pulau Tahiti, di tengah Samudera Pasifik,
kisaran pasang-surutnya kecil, tidak lebih dari 0,3 m, sedangkan di Laut Tengah
hanya berkisar 0,10-0,15 m.
Di perairan Indonesia beberapa contoh dapat diberikan
misalnya Tanjung Priok (Jakarta) kisarannya hanya sekitar 1 m, Ambon sekitar 2
m, Bagan Siapi-api sekitar 4 m, sedangkan yang tertinggi di muara Sungai Digul
dan Selat Muli di dekatnya (Irian Jaya bagian selatan) kisaran pasang-surutnya
cukup tinggi, bisa mencapai sekitar 7-8 m (Nontji, 1987).
Mengingat elevasi di laut
selalu berubah satiap saat, maka diperlukan suatu elevasi yang ditetapkan
berdasar data pasang surut, yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam
perencanaan pelabuhan. Beberapa elevasi tersebut adalah sebagai berikut :
Gambar
2.3 elevasi air laut
1.
Muka
air tinggi (high water
level), muka air tertinggi yang dicapai pada saat air pasang dalam
satu siklus pasang surut.
2.
Muka
air rendah (low water level),
kedudukan air terendah yang dicapai pada saat air surut dalam satu siklus
pasang surut.
3.
Muka
air tinggi rerata (mean
high water level, MHWL), adalah rerata dari muka air tinggi selama
periode 19 tahun.
4.
Muka
air rendah rerata (mean low
water level, MLWL), adalah rerata dari muka air rendah selama
periode 19 tahun.
5.
Muka
air laut rerata (mean sea
level, MSL), adalah muka air rerata antara muka air tinggi rerata
dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai referansi untuk
elevasi di daratan.
6.
Muka
air tinggi tertinggi (highest
high water level, HHWL), adalah air tertinggi pada saat pasang
surut purnama atau bulan mati.
7.
Muka
air rendah terendah (lowest
low water level, LLWL), adalah air terendah pada saat pasang surut
purnama atau bulan mati.
8.
Higher
high water level,
adalah air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu hari, seperti dalam pasang
surut tipe campuran.
9.
Lower
low water level,
adalah air terendah dari dua air rendah dalam satu hari.
Pada
umumnya tipe pasang surut juga dapat ditentukkan berdasarkan bilangan Formzal (F) yang dinyatakan dalam
bentuk :
dengan ketentuan :
F ≤ 0.25
|
:
|
Pasang surut tipe
ganda (semidiurnal tides)
|
0,25<F≤1.5
|
:
|
Pasang surut tipe
campuran condong harian ganda (mixed
mainly semidiurnal tides)
|
1.50<F≤3.0
|
:
|
Pasang surut tipe
campuran condong harian tunggal (mixed
mainly diurnal tides)
|
F >
3.0
|
:
|
Pasang surut tipe
tunggal (diurnal tides)
|
Dimana :
F
|
:
|
bilangan Formzal
|
AK1
|
:
|
amplitudo komponen
pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari
|
AO1
|
:
|
amplitudo komponen
pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
|
AM2
|
:
|
amplitudo komponen
pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
|
AS2
|
:
|
amplitudo komponen
pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik matahari
|
Grafik
2.1 Formzhal Data
Karena sifat pasang surut yang periodik,
maka ia dapat diramalkan. Untuk meramalkan pasang surut, diperlukan data
amplitudo dan beda fasa dari masing-masing komponen pembangkit pasang surut.
Komponen-komponen utama pasang surut terdiri dari komponen tengah harian dan
harian. Namun demikian, karena interaksinya dengan bentuk (morfologi) pantai
dan superposisi antar gelombang pasang surut komponen utama, akan terbentuklah
komponen-komponen pasang surut yang baru.
Metode yang digunakan adalah metode
Admiralty untuk mendapatkan konstanta harmonik pada melalui persamaan pasang
surut :
dimana :
A(t) = Amplitudo
So =
Tinggi muka air laut rata-rata (MSL)
An = Amplitudo komponen harmonis pasang surut.
Gn = Phase komponen pasang surut
n = Konstanta yang diperoleh dari hasil
perhitungan astronomis
t
= waktu
Penentuan tinggi dan rendahnya pasang
surut dapat ditentukan dengan rumus-rumus sebagai berikut :
MSL = Z0 + 1,1 ( M2 + S2 )
DL = MSL – Z0 MHWL = Z0 +
(M2+S2)
HHWL
= Z0+(M2+S2)+(O1+K1)
MLWL
= Z0 - (M2+S2)
LLWL
= Z0-(M2+S2)-(O1+K1) .
HAT
= Z0 + åAi
= Z0 + (M2 + S2 + N2 + P1 + O1 + K1)
LAT
= Z0 - åAi
= Z0 - (M2 + S2 + N2 + P1 + O1 + K1)
dimana :
MSL = Muka
air laut rerata (mean sea
level ), adalah muka air rerata antara muka air
tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini
digunakan sebagai referensi untuk elevasi di daratan
MHWL = Muka air tinggi
rerata (mean high water
level), adalah rerata dari muka air tinggi selama periode 19 tahun
HHWL = Muka air tinggi tertinggi (highest
high water level), adalah air tertinggi pada saat pasang surut
purnama atau bulan mati
MLWL = Muka air rendah rerata (mean
low water level), adalah rerata dari muka air rendah selama periode
19 tahun
LLWL = Air rendah terendah (lowest
low water level), adalah air terendah pada saat pasang surut
purnama atau bulan mati
DL = Datum level
HAT = Tinggi pasang surut
LAT = Rendah pasang surut
2.4
Tipe
Dasar Pasang Surut
Secara umum terdapat empat tipe dasar pasang
surut yang didasarkan pada periode dan keteraturannya, pasang-surut di
Indonesia dapat dibagi menjadi empat jenis yakni pasang-surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal
tide) dan dua jenis campuran.
1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide)
Dalam
satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang
hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode
pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. Jenis harian tunggal misalnya
terdapat di perairan sekitar selat Karimata, antara Sumatra dan Kalimantan.
Grafik 2.2 Data Pasang Surut Tipe Semi-Diurinal Tide
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide)
Dalam
satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang
surut adalah 24 jam 50 menit. Pada jenis harian ganda misalnya terdapat di
perairan Selat Malaka sampai ke Laut Andaman.
Grafik 2.3 Data Pasang Surut Tipe Durial
3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda
(mixed tide prevailing semidiurnal)
Dalam
satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan
periodenya berbeda. Pada pasang-surut campuran condong ke harian ganda (mixed
tide, prevailing semidiurnal) misalnya terjadi di sebagian besar perairan
Indonesia bagian timur.
Grafik 2.4 Mixed Tide
4. Pasang surut campuran condong ke harian
tunggal (mixed tide
prevailing diurnal)
Pada
tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut,
tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali
surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda. Sedangkan jenis campuran
condong ke harian tunggal (mixed tide, prevailing diurnal) contohnya terdapat
di pantai selatan Kalimantan dan pantai utara Jawa Barat.
Dalam sebulan, variasi harian dari rentang
pasang surut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang
surut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera.
2.5
Pasang
Surut Purnama Dan Perbani
Berdasarkan faktor pembangkitnya, pasang
surut dapat dibagi dalam dua kategori yaitu: pasang purnama (pasang besar, spring tide) dan pasang
perbani (pasang kecil, neap
tide).
Pada
setiap sekitar tanggal 1 dan 15 (saat bulan mati dan bulan purnama) posisi
bulan-bumi-matahari berada pada satu garis lurus (Gambar 2.4), sehingga gaya
tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling memperkuat. Dalam keadaan ini
terjadi pasang purnama dimana tinggi pasang sangat besar dibanding pada
hari-hari yang lain.
Gambar
2.4 Pasang purnama (saat bulan purnama)
Sedangkan pada sekitar tanggal 7 dan 21,
dimana bulan dan matahari membentuk sudut siku-siku terhadap bumi (Gambar 2.3)
maka gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling mengurangi. Dalam
keadaan ini terjadi pasang perbani, dimana tinggi pasang yang terjadi lebih
kecil dibanding dengan hari-hari yang lain.
Gambar
2.5 Pasang perbani
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa, pasang purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam
suatu garis lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang sangat
tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah. Pasang surut purnama ini terjadi
pada saat bulan baru dan bulan purnama.
Pasang perbani (neap
tide)
terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus. Pada saat
itu akan dihasilkan pasang tinggi yang rendah dan pasang rendah yang tinggi.
Pasang surut perbani ini terjadi pasa saat bulan 1/4 dan 3/4.
2.6 Teori Setimbang
Newton
Pasang dan surut pada air
laut terjadi akibat adanya gaja tarik Bulan dan/atau Matahari terhadap Bumi. Gerakan/pasang
surut ini ada 2 (dua) buah teori :
1.
Teori
setimbang dari Newton
(1687)
2.
Teori
dinamis dari Laplace (1749 - 1827)
Makalah ini hanya membahas teori keseimbangan dari newton, dimana hukum Newton menyatakan bahwa “Bumi merupakan bola padat yang dilapisi dengan air secara merata, pada tiap saat akan terjadi/terdapat situasi statis yang setimbang (momentaneous static stability).
Gambar 2.6 kondiri pasang surut berdasarkan fungsi waktu
Absis
: menyatakan waktu dalam satuan jam
atau derajat.
Ordinat
: menyatakan tinggi permukaan air.
Sekarang perlu diketahui besarnya
gaya tarik benda-benda angkasa. Seperti telah diketahui gaya
tarik antara 2 (dua) benda angkasa masing-masing dengan massa m1 dan m2 dengan jarak antara R sedang kedua benda
tersebut tidak bergerak,
m1 m2
M R
Gambar
2.7 Gaya Tarik benda angkasa dengan massa berbeda
Maka besarnya gaya tarik :
C =
konstanta.
Bila m2 bergerak mengelilingi m1 seperti
halnya bulan mengelilingi bumi, maka dengan adanya gaya-gaya centrifugal gaya tarik menjadi :
Rumus ini kita pergunakan untuk
membandingkan gaya tarik Bulan terhadap Bumi dan
gaya tarik
Matahari terhadap Bumi, seperti diketahui
bahwa;
Massa Matahari =
319.500 x massa
Bumi
Massa Bulan =
0,0125 x massa
Bumi
Jarak Matahari =
11.600 x Diameter Bumi
Jarak Bulan = 30
x Diameter Bumi.
Jadi
:
=
2,26 :
1
Maka Amplitudo akibat gaya tarik
Bulan = 2,26 kali, Amplitudo akibat gaya Tarik Matahari.
Grafik
2.5
Perbedaan sinusoida pasang surut Matahari
dengan pasang surut
Bulan
Pasang
surut diartikan dengan naik turunnya permukaan air secara periodic akibat gaya tarik bulan dan
matahari terhadap bumi, serta terjadinya pergerakan dalam system kedudukan bumi
– bulan – matahari. Meskipun benda-benda angkasa lainya menimbulkan gaya tarik pada bumi,
tetapi bulan dan mataharilah penyebab utama terjadinya pasang surut yang
diakibatkan oleh bulan lebih besar dari pada yang disebabkan oleh matahari
(akibat matahari ± 44% dari akibat bulan) (1 / 2,26 = 44
%).
2.7 Alat Ukur
Pasang Surut
Untuk mendapatkan data pasang surut dilakukan pengamtan
terhdapat ketinggian air laut secara berkala. Berikut ini (gambar 2.8)
pengamatan pasang surut secara konvensional.
Gambar 2.8 pengamatan
pasang surut
Pengamatan
secara konvensional membutuhkan ketelitian yang baik, sehinggga hasil pembacaan
sangat tergantrung pada orang yang mengamatinya. Setelah mengalami perkembangan
beberapa tahun maka data pasang surut dapat diperoleh dengan menggunakan pressure sensor dan dan alat rekam (record).
Gambar 2.9 Pengukuran
Pasang Surut
Berikut
ini type alat tekan (pressure tipe gauge), antara lain :
Gambar 2.10 Jenis Tekanan
(presure tipe gauge)
Gambar 2.11 Jenis palem (tide pole) di dermaga
Gambar 2.12 Jenis
Pelampung (float type tide gauge)
Gambar 2.13 Skema Jenis
Pelampung (float type tide geuge)
Gambar 2.14 Cara Kerja
Jenis Pelampung (float type gauge)
2.8 Komponen-komponen
Pasang Surut
Pasang surut merupakan penjumlahan
dari komponen-komponen Harmonik. Setiap komponen Harmonik, disebut juga
konstituen atau komponen utama pasang surut. Komponen utama masing-masing
memiliki amplitude, perioda atau frekuensi dan fasa. Komponen-komponen pasang
surut sangat banyak, tetapi untuk memprediksi pasang surut cukup hanya dengan
komponen M2, S2, K1 dan O1. Berikut ini Konstituen pasang surut :
Tabel 1 Konstituen Pasang Surut :
2.9 Tipe Pasang
Surut Di Indonesia
Dilihat dari pola gerakan muka lautnya, pasang-surut di
Indonesia dapat dibagi menjadi empat jenis seperti yang dipaparkan diatas yakni
pasang-surut harian tunggal (diurnal tide),
harian ganda (semidiurnal tide) dan
dua jenis campuran.
Jenis harian tunggal misalnya terdapat di perairan sekitar
selat Karimata, antara Sumatra dan Kalimantan. Pada jenis harian ganda misalnya
terdapat di perairan Selat Malaka sampai ke Laut Andaman. Di samping itu
dikenal pula campuran antara keduanya, meskipun jenis tunggal maupun gandanya
masih menonjol. Pada pasang-surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide,
prevailing semidiurnal) misalnya terjadi di sebagian besar perairan Indonesia
bagian timur. Sedangkan jenis campuran condong ke harian tunggal (mixed tide,
prevailing diurnal) contohnya terdapat di pantai selatan Kalimantan dan pantai
utara Jawa Barat. Pola gerak muka air pada keempat jenis pasang-surut yang
terdapat di Indonesia diberikan pada gambar 1 (Nontji, 1987).
Gambar 2.15 Pola gerak muka air pasut
di Indonesia
(Triatmodjo,
1996)
Seperti telah disebutkan di atas, komponen-komponen utama
pasang surut terdiri dari komponen tengah harian dan harian. Namun demikian,
karena interaksinya dengan bentuk (morfologi) pantai, superposisi antar
komponen pasang surut utama, dan faktor-faktor lainnya akan mengakibatkan
terbentuknya komponen-komponen pasang surut yang baru (www.oseanografi.blogspot.com).
Pasang-surut tidak hanya mempengaruhi lapisan di bagian
teratas saja, melainkan seluruh massa air. Energinya pun sangat besar. Di
perairan-perairan pantai, terutama di teluk-teluk atau selat-selat yang sempit,
gerakan naik-turunnya muka air akan menimbulkan terjadinya arus pasang-surut.
Di tempat-tempat tertentu arus pasang-surut ini cukup kuat. Arus pasang-surut
terkuat yang tercatat di Indonesia adalah di Selat Capalulu, antara P. Taliabu
dan P. Mangole (Kepulauan Sula), yang kekuatannya bisa mencapai 5 m/detik. Di
selat-selat di antara pulau-pulau Nusa Tenggara kekuatannya bisa mencapai 2,5-3
m/detik pada saat pasang purnama. Di daerah-daerah lainnya kekuatan arus
pasang-surut biasanya kurang dari 1,5 m/detik, sedangkan di laut terbuka di
atas paparan kekuatannya malah biasanya kurang dari 0,5 m/detik.
Berbeda dengan arus yang disebabkan oleh angin yang hanya
terjadi pada air lapisan tipis di permukaan, arus pasang-surut bisa mencapai
lapisan yang lebih dalam. Ekspedisi Snellius I (1929-1930) di perairan
Indonesia bagian Timur dapat menunjukkan bahwa arus pasang-surut masih dapat
diukur pada kedalaman lebih dari 600 m (Nontji, 1987).
2.10
Sinergi Tiga Gelombang Pasang
Gelombang pasang merupakan sinergi dari tiga
fenomena yang terjadi serentak yakni:
1. Pasang
tertinggi yang terjadi setiap 18,6 tahun sekali pada 17 mei terjadi bulan baru
sehingga bumi segaris lurus dengan bulan dan matahari pada jarak terdekat (perigeum), sehingga
kombinasi gravitasi keduanya mampu mengangkat air hingga mencapai pasang
maksimal.
2. Gelombang
Kelvin yakni gelombang di samudra atau atmosfir yang mengimbangi gaya Conolis
(gaya akibat rotasi bumi). Gaya ini mengarah dari masing-masing kutub ke
equator dengan tendensi ke timur dengan kecepatan tetap, hingga membentur
pantai atau saling berbenturan dengan gelombang Kelvin dari arah yang
berlawanan di equator.
3. Gelombang
Swell, yaitu gelombang akibat tiupan angin dengan skala yang lebih besar dari
pada riak (ripples).
Angin terjadi karena perbedaan pemanasan. Perbedaan pemanasan ini antara lain
diakibatkan oleh perbedaan liputan awan yang berbeda.
Gambar
2.16
Gelombang Pasang
Sinergi tiga kekuatan ini (pasang
surut, rotasi bumi, dan angin) yang masing-masing pada kondisi maksimum,
mengahsilkan gelombang yang maksimum pula. Ketika gelombang ini bertemu
topografi dasar laut yang melandai didekat pantai, puncak gelombang ini akan
tampak membesar, sehingga ketika menghantam pantai dapat menimbulkan bencana.
Pembahasan lebih detail
mengenai Gelombang (wave propertis), yang berhubungan dengan
perencaanaan pelabuhan akan di bahas pada tema makalah selanjutnya.
2.11 Perhitungan
Pasang Surut
Adanya gaya tarik bumi dan benda langit (bulan dan
matahari), gaya gravitasi bumi, perputaran bumi pada sumbunya dan perputaran
bumi mengelilingi matahari menimbulkan pergeseran air laut, salah satu
akibatnya adalah terjadinya pasang surut laut. Fenomena alam tersebut merupakan
gerakan periodik, maka pasang surut yang ditimbulkan dapat dihitung dan
diprediksikan (www.bakosurtanal.go.id).
Dalam penelitian lebih lanjut diketahui bahwa untuk setiap
tempat yang mengalami pasang surut mempunyai ciri tertentu yaitu besar pengaruh
dari tiap-tiap komponen selalu tetap dan hal ini disebut tetapan pasang surut.
Selama tidak terjadi perubahan pada keadaan geografinya, tetapan. tersebut
tidak akan berubah. Apabila tetapan pasang surut untuk suatu tempat tertentu
sudah diketahui maka besar pasang surut untuk setiap waktu dapat diramalkan (www. digilib.itb.ac.id).
Gambar
2.17 Contoh data pasang surut
Untuk menghitung tetapan pasang surut tersebut diatas, ada
beberapa metoda yang sudah biasa dipakai misalnya metoda Admiralty yang
berdasarkan pada data pengamatan selama 15 hari atau 29 hari. Pada metoda ini
dilakukan perhitungan yang dibantu dengan tabel, akan menghasilkan tetapan
pasang surut untuk 9 komponen. Dengan adanya kemajuan teknologi di bidang
elektronika yang sangat pesat, penggunaan komputer mikro untuk menghitung
tetapan pasang surut serta peramalannya akan sangat memungkinkan. Sehubungan
dengan itu akan dicari suatu cara untuk memproses data pengamatan pasang surut
sehingga dapat dicari tetapan pasang surut serta peramalannya dengan cara kerja
yang mudah.
Proses perhitungan dari komputer didasarkan pada penyesuaian
lengkung dari data pengamatan dengan metoda kuadrat terkecil, dengan
menggunakan beberapa komponen yang dianggap mempunyai faktor yang paling
menentukan. Untuk ini dibahas penurunan matematiknya serta pembuatan program
untuk kamputernya.
Program komputer dibuat sedemikian rupa sehingga untuk
proses perhitungan tersebut diatas hanya tinggal memesukkan data,sedang seluruh
proses selanjutnya akan dikerjakan oleh komputer. Program untuk komputer
dibahas secara terperinci mulai dari dasar perhitungan, isi program serta bagan
alirnya. Kebenaran dan ketelitian hasil perhitungan dibuktikan dengan
memberikan contoh perhitungan dan penyajian berupa grafik. Perhitungan
dilakukan untuk beberapa lokasi pengamatan pasang surut serta waktu pengamatan
yang berlainan (www.digilib.itb.ac.id ).
Di Indonesia, pengamatan pasut laut bekerjasama dengan pihak
otoritas pelabuhan, Bakosurtanal memasang alat rekam data pasut otomatis di
dermaga pelabuhan yang disebut stasiun pasut. Alat rekam data pasut (AWLR =
Automatically Water Level Recorder) mencatat tinggi muka laut secara otomatis
dan terus menerus. Rekaman data berupa grafik, lubang-lubang kertas data pada
stasiun pasut online, data pasut dicatat dan, setiap saat dapat dilakukan
download lewat saluran telepon dan menggunakan modem.
Pengumpulan dan pengolahan data pasut, kertas rekam data
pasut pada 28 stasiun pasut manual, setiap akhir bulan dipotong dan dikirim ke
Bakosurtanal untuk pengolahan data. Pengumpulan data pasut pada 25 stasiun
pasut on-line, dilakukan dengan download pada komputer di Bakosurtanal yang
dilengkapi modem dan fasilitas saluran telepon. Pengolahan data dilakukan
dengan bantuan komputer dan software pengolahan pasut.
Analisa dan penyajian informasi pasut. Analisa pasut
meliputi hasil hitungan yang dapat menjelaskan karakter pasang surut laut.
Sajian informasi karakter laut tersebut tampilannya bervariasi mulai tampilan
standard informasi pasut sampai dengan informasi praktis bagi pengguna untuk
perencanaan bangunan pelabuhan.
Hasil kegiatan yang diperoleh adalah data pasut 53 stasiun
pasut seluruh Indonesia dalam waktu 1 (satu) tahun pengamatan. Data tersebut
dihitung dan hasilnya disajikan pada buku informasi pasut laut Bakosurtanal (www.bakosurtanal.go.id).
BAB
3
KESIMPULAN
Hasil dari kajian makalah ini
dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain : saat memulai perencanaan bangunan
air khususnya, langkah pertama adalah mempersiapkan data-data yang mendukung
perencanaan. Data yang disiapkan bukan hanya sekedar data, tetapi data yang
memiliki validitas dan reliabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga,
kedepannya bangunan tersebut dapat direncanakan, dibangun dan dioperasikan
secara efektif dan efisien.
Berkaitan dengan hal tersebut dalam merencanakan suatu pelabuhan diperlukan
pemahaman mengenai gambaran tentang prilaku pasang
surut air laut, memahami hubungan data pasang surut dengan perencanaan
pelabuhan dan mengakselerasikan hukum-hukum/ teori yang ada melalui pendekatan
ilmiah, seperti halnya pendekatan teori setimbang Newton.
DAFTAR
PUSTAKA
Daftar Buku Sumber :
Bambang T, Teknik Pantai, Beta Offset, 2003
Nontji, Anugerah, Dr. 1987. Laut Nusantara. Penerbit
Djambatan. Jakarta
Triatmodjo, Bambang. 1996. Pelabuhan. Beta Offset.
Yogyakarta
Triatmodjo, Bambang. 1996. Teknik Pelabuhan. Beta Offset. Yogyakarta
Soenarno AS, Perencanaan Pelabuhan, ISTN, 2005.
Soedjono, Perencanaan Pelabuhan, Ganesa Exact, 1985
Daftar Website :
www.oseanografi.blogspot.com
www.sinarharapan.co.id
Comments
Post a Comment